"G U B U K K I T A"

Gubuk Untuk Sekedar Berbagi...

Selasa, Agustus 18, 2009

Babak Baru

selanjutnya...

Layaknya manusia biasa yang mudah mencari pelampiasan terhadap masalah dan seringkali pilihan itu jatuh kepada sesuatu yang bersifat uforia. Musik misalnya, menjadi respon positif terhadap kondisi alam yang membisu dan tak menentu, begitupun dengan aku sebagai manusia yang mulai dihinggapi rasa sesal atau lebih tetap rasa gamang dalam jiwa, menanti putri salju yang tertidur terlalu lama dalam sasananya.

Hari-hari ku mulai berganti haluan, kehidupan ku tak lagi sekeras punk rock jalanan, tak seromantis pangeran dari kelantan, pun tak seidealis mereka yang berjaket hitam dan beralmamater kebesaran. Dilematis, kata teman dalam guyonan atau lebih menusuk dengan kata "Kritis" seperti pasien rumah sakit syetan -tempat bagi pasien kritis-, tapi aku tak pernah menghiraukan itu semua, aku menganggap hanya ocehan beo yang ingin menghibur tuan dengan siulan menawan, hahaha, jawabku dengan paksaan. Selamat jalan malaikat ku, semoga kau berubah lebih besar, kuat sekuat orang-orang yang tanpa lelah mengais reski dijalanan, tak patah arang walau badai cemoohan menerpa dengan terjang, inginku dalam lamunan kepada Sang Penyayang.

Babak baru dalam dunia baru dengan lakon yang lebih progressif, meniru yang dalang dalam pementasan wayang. Ya, setelah penyesalan itu aku mengubur sendiri rasa itu bersama kebosanan yang terdalam. walau tak serta-merta berubah secepat kilat, karena pesona mu bagai lukisan alam tak pernah pudar meski termakan letusan gunung, atau kecongkakan sangkuriang. Aku adalah aku, bisa berdiri dengan kaki walau hati terluka! kataku menyisir sisa semangat hidup yang ada. Diskusi internal ini aku lakukan setiap malam tanpa sorot kamera 4 mp tanpa moderator berjas, hanya selembar wajah ganas mirip aku, sosok yang melahirkan diriku.

Hidup itu indah, begitupun seharusnya perlakuanmu kepada kehidupan, anakku? kata sosok yang merelakan raganya selama sembilan bulan untuk aku bebani. Sosok yang tak pernah hilang dan tak akan aku hilangkan, karna keyakinanku mengatakan bahwa keindahan -surga- ada dibawah kakinya, yang aku artikan sebagai do'a. Bahwa do'a ibunda adalah pintu dari segala keindahan dunia, bahwa kebenciannya adalah pintu segala musibah dunia, walaupun pada dasarnya kebencian seorang ibu tidak mungkin nyata. Karna beliau -sosok ibunda- adalah selembut segala ciptaan. Seperti hawa yang rela walau hidup dengan satu tulang, dan mendedikasikan eksistensinya untuk menemani sang adam, begitu kira-kira cerita yang tersirat dalam tarikh keagamaan. Dalam kondisi yang gersang dan panas, ibu menjadi air yang sejuk dan menyejukkan kehidupan ini, tanpa diminta, ia tahu dan paham apa yang dialami oleh anaknya, karena dia adalah dewa yang berwujud manusia sesungguhnya. oleh karena idealisme sosok seorang ibu, maka dalam ajaran-ajaran agama manapun, menempatkannya pada step yang tinggi setelah laki-laki untuk dihormati.

Perempuan adalah makhluk perasa, mudah tersinggung, kata ibuku yang masih menjadi doktrin dalam laku kehidupan ku, pun dalam menyoal cinta aku tak bisa lepas dari doktrinasi itu. Walaupun realitas berkata lain, aku lebih banyak mendustai dan menafikkan ungkapan yang syarat nilai moral ini. Dan aku adalah aku, makhluk yang merasa tersakiti, makhluk yang menggunakan akal untuk menjalankan kehidupan dan dendam menjadi konsekuensi logis dari cara berfikir -manhaj al fikr- dan cara berlaku -manhaj al fiil-. ditambah lagi pemahaman keliru ku terhadap teori kausalitas, aku memaknai bahwa segala sesuatu harus dibalas, bukan sebagai teori sebab-akibat. Malaikat kecilku, pergilah kau, biarkan aku mencari malaikat yang lain yang lebih banyak dan inilah babak baru dalam kehidupan ku. pesan ku -dengan nada kesal- kepada mu; jangan lupakan aku, karna aku akan mudah melupakanmu!!!

18-08-2009
Rohim Habibi, Pengajian Kalimat, Solo

Tidak ada komentar: