"G U B U K K I T A"

Gubuk Untuk Sekedar Berbagi...

Senin, Agustus 17, 2009

Menakar Mimpi Kemerdekaan

Sehari setelah kekasihku (Peringatan Kemerdekaan) pergi, perasaan ini masih sama -perasaan heroisme- terhadap orang lain, kehidupan ini masih membekas -kehidupan penuh ketakutan- dalam relung hati, begitupun kelatahan kita untuk saling memaki yang sering dileburkan dalam bahasa diskusi, padahal syarat mencaci. Setelah pesta itu, masihkah kita malu membersihkan kotoran-kotoran dan menyerahkan kepada mereka yang terlahir untuk tugas itu ataukah kita benar-benar menjadi bangsa yang satu rasa satu jiwa, guyup rukun dan gotong royong, padahal kita baru saja mengikrarkan kebangkitan, kebersamaan, keteladan untuk bangsa. Lihat saja, apa yang akan terjadi setelah pesta itu. Masihkan masyarat menangisi tanah mereka, ataukah negara benar-benar menjamin keamanan dan kelayakan hidup. Memang terlalu dini untuk menilai semua itu, tapi paling tidak sebagai cotrol atas bangsa.

Bangsa yang besar adalah yang memberi ruang pada persamaan, itu kira-kira bahasa teoritis yang sering diucapkan para pelaku dan pengamat bangsa ini. Padahal bangsa ini tidak butuh banyak retorika untuk merubah kondisi saat ini, kita sebagai bangsa butuh tindakan kongkrit bukan bualan layaknya penjual obat dipasar-pasar tradisional. Banyak kata maka banyak peminat secara otomatis kemungkinan keuntungan semakin banyak pula. Berbeda dalam konteks negara, semakin banyak bicara semakin kita tidak diterima atau bahkan semakin dibenci ketika konsepsi tersebut berhenti dan tidak mampu diaplikasikan dalam solusi yang nyata.

Besok merupakan tolok ukur bangsa ini dari sudut kelahiran, artinya kita sebagai bangsa majemuk telah memasuki babak baru dalam dunia kehidupan berbangsa dan bernegara dihadapan rakyat dan dunia Internasional. Apalagi bagi pemerintahan baru -hasil pemilu 2009- yang mengemban amat bangsa, momentum kemerdekaan selayaknya menjadi cermin dan motivasi gerak langkahnya dalam menjalankan pemerintahan. Setelah kegagalan pemerintahan yang lalu -harmonisasi ekonomi- maka tugas berat menanti pemerintahan yang akan datang. Begitupun masyarakat, memiliki tugas yang tidak mudah, dalam hal menjaga harmonisasi kehidupan.

Harmonisasi disegala aspek kehidupan menjadi tugas yang menanti pemerintahan saat ini, menciptakan tata kehidupan yang lebih layak baik secara materi maupun imateri. Artinya kenyamanan bagi masyarakat tidak sekedar mendapatkan iming-iming materi yang bersifat sementara, akan tetapi jaminan terhadap kebutuhan primer menjadi tugas pokok pemerintahan saat ini. kebutuhan sandang, papan dan pangan menjadi masalah yang semakin hari tidak terselesaikan bahkan terkesan diabaikan. Sehingga masyarakat mulai tidak percaya pada pemerintahan, itu penyebab kegagalan pemerintahan dulu dalam mencitrakan dirinya dihadapan masyarakat bangsa. Oleh karena itu, kebijakan-kebijakan yang bersifat primer artinya yang langsung mengarah kepada masyarakat menjadi poin vital bagi dan oleh pemerintahan yang akan datang.

Pencitraan tersebut juga berkenaan dengan sikap para pelaku pemerintahan, sikap saling menghormati perlu digalakkan kembali, melihat bahwa rakyat adalah entitas yang tidak bisa disampingkan dari negara yang meletakkan kedaulatan di tangan rakyat. Bercermin dari pemerintahan masa lalu, maka seharusnya pemerintahan yang akan datang harus lebih taat terhadap rakyat, memposisikan rakyat diatas segala kepentingan yang bersifat golongan lagi-lagi pribadi. karna kita sebagai bangsa baru saja mengikrarkan kemerdekaan yang diartikan sebagai dalam segala hal. kemerdekaan untuk saling menghormati, kemerdekaan untuk tidak menempatkan kepentingan golongan atau pribadi di atas kepentingan rakyat, kemerdekaan untuk memerdekakan rakyatnya dari kemiskinan -materi dan rohani-, memerdekakan dari mafia-mafia yang mencari tinta hitam bangsa ini, atau kemerdekaan untuk menciptakan harmonisasi bagi masyarakat melalui sarana yang dapat mempersatukan bangsa ini -media elektronik dan cetak- untuk menempatkan kepentingan pendidikan bangsa di atas kepentingan koorporasi -bisnis-.

Sekali lagi bangsa ini perlu realisasi dari janji verbal kemerdekaan itu sendiri, kemerdekaan yang tersirat dari kitab suci bangsa ini -UUD 1945- yang secara substansial sudah termuat dalam kitab suci masing-masing agama di Indonesia. Kemerdekaan itu menjadi sangat penting melihat kondisi bangsa saat ini. Akhir-akhir ini bangsa Indonesia menjadi bangsa yang bingung, bangsa yang lemah, walaupun ungkapan itu masih dipertanyakan, tapi melihat realitas bangsa -secara menyeluruh- yang masih reaktif terhadap setiap kejadian merupakan pembenar sementara, bahwa bangsa ini seakan tidak siap menghadapi teror dari segala hal -radikalisme dan ekonomi- yang terjadi di Indonesia. Padahal jika berkaca pada sejarah panjang perjuangan bangsa ini, maka sikap itu seharusnya bukan cermin bangsa ini.

Penyambutan 64 kemerdekaan yang begitu meriah (17 Agustus 2009), akankah hilang tak nampak setelah delapan belas, akankah rakyat menjadi sama seperti sebelum bangsa ini memperingatan dan mengikrarkan janji. banyak penindasan atas nama kepentingan negara, masih banyak broker/mafia di lembaga-lembaga negera, atau masihkan elit politik berlaku layaknya raja yang tak bisa disentuh oleh rakyat jelata. ataukah bangsa ini benar-benar berubah -sadar diri- untuk masyarakatnya? pertanyaan-pertanyaan yang perlu diurai menjadi control bangsa ini. Dan bahwa perubahan suatu kaum adalah kerja keras bersama, merupakan motivasi bangsa. Bukan Begitu?MERDEKA!

18-08-2009
Rohim Habibi, Pengajian Kalimat, Solo

Tidak ada komentar: