"G U B U K K I T A"

Gubuk Untuk Sekedar Berbagi...

Sabtu, Februari 13, 2010

Surat dari Rohim: Prahara Cinta

Dari Rohim Untuk Bunga Tanpa Nama: Di Seberang Kali (1)

Untuk Bungaku, Bunga Tanpa Nama;

Bukan tinta sebenarnya yang ingin aku persembahkan kepadamu, lukisan hati lengkap bambu menancap dalam ditengahnya, sebelum tapi malam ini aku begitu cemburu. Seperti ayam kate yang tak mau melihat "babon"nya di dekati laki-laki lain, meskipun ia lebih jantan. Bukan juga tentang bahwa ia lebih memiliki kaki yang besar dan aku hanya mampu berlari 1000 x lebih lambat dari si dia. Sayangnya. Meski itu pernah seribu kali engkau tolak mentah. Dan bunga ku, ini tentang memahami wanita cantik dan anggun seperti engkau, bahwa tidak mudah memahami dan memang hawa seperti mu harus di mengerti dan dipahami tidak sekedar kasat mata, lebih tepat antara rasa dan mata.

Bahwa dia lebih tampan dari wajah lusutku. Tapi engkau tahu tentang bahwa rasa yang menghempaskan ku untuk lebih, tidak sekedar mengagumimu. Dan hari ini aku cemburu meski tidak mampu, karna cerita tentang aku belum ada di buku harianmu. Tentang tidak maunya engkau menerima sms ku, karna -seribu kali lagi aku katakan- nomor ku seperti nyamuk "aides aigepti" yang membahayakan bagi kemolekan tubuhmu. Sehingga jika engkau tersentuh maka dia akan melepaskan peluru kepada mu, karna ia memang lelaki setia untuk cinta mu.

Bunga Ku, Bunga Tanpa Nama;

Ini bukan sekedar cemburu, engkau pasti tahu itu, pun bukan amarah yang menggebu sehingga membuat ku menutup mata dan loncat dari jendela, engkau tahu kamar ku lebih tinggi dari pohon berusia 100 rb tahun. Lebih dari itu, bunga, ini tentang kegagalan memahami mata, tangan, kaki, lidah, rambut bahkan senyuman mu, yang aku kira tulus untuk ku. Dan memang aku gagal membenarkan sangkaan kuselama hampir setiap hari menemani mendengarkan senyuman mu.

Dan memang benar aku cemburu, meskipun aku tetap menyertakan terimakasih untuk waktunya, senyumnya, cerita-ceritanya, dan segala selama menemani waktu kosongku. Memang aku tidak mungkin meninggalkanmu, tapi paling tidak ini jadi kali dalam perhubungan kita. Dan engkau di depan menggapai cita-cinta mu sedang aku melambaikan do'a kebahagian untuk mu.

Bunga Ku, Bunga Tanpa Nama, Terimakasih.

Gm: 11 Februari 2010

Untuk Bunga Tanpa Nama; Setelah Itu...(2)

Hujan jatuh di dari bola mataku, mendengar larik kata dari penjelasan yang kau kirimkan sesaat -tidak lebih dari lama dari ritual sembahyang ku- kepadaku. Awalnya, aku menerka surat ini sebagai permohonan maaf yang sangat tulus dari mu, kira-kira itu yang aku inginkan darinya. Sebelum benar-benar jantungku mendetak lebih kencang sampai 150 / menit. Dan inilah balasan yang aku tulis dan mohon untuk dipahami sepenuh sisa hati mu saat ini.

Bagiku, semua penjelasan dari mu sangat aku terima dan meski sedikit "ndremimil". Apalagi saat, dengan jujur dan ikhlas engkau katakan bahwa dia lebih sering keluar dari di kehidupan mu. Bahkan 2 kali lebih sering dari rotasi siang dan malam, dimanapun dan kapanpun. Dan memang begitu, bahwa aku hanya mahluk jadi-jadian, datang tiap malam dan siang tak terawang sedikitpun. Kehadirannya pun tak terdengar deru roda apalagi klakson. Seyogyanya engkau akan membius tubuhmu di kasur daripada hanya harus membuka pintu dan membuang pasta gigi yang harum dengan kesia-siaan belaka karna menemani obrolan ngalor-ngidul bersama ku di kursi tamu yang bahkan mungkin merasa gusar saat aku yang datang dengan bau busuk cucian tiga hari. Tapi terlihat sumringah jika si tampan yang datang, karna wanginya sudah bahkan tercium sampai pucuk talok yang setia menyaksikan malam itu.

Aku memang sangat menjaga cinta, tp bukan termasuk posesif. Hanya tidak ingin jauh bahkan jika harus satu senti meter tak mendengar kabar atau lakumu, aku tidak bisa. Apalagi harus melihat dirimu dengan orang yang jelas-jelas perfectionis daripada aku. Marah, itu yang ada saat itu, meski akhirnya aku menyadari diri bahwa dia sangat pantas untuk menemani kehidupan mu. Ya, aku yang memang tidak memahami dirimu apalagi tentang perkara posesif yang untuk mengucapkannya pun butuh gelar sarjana. Untuk hal ini, aku minta maaf. Sebab aku yakin, bahwa saat menemani aku engkau selalu terpaksa dan mengalah.

Cinta memang tidak harus memiliki, tidak harus memeluk, atau bahkan membunuh diri. Ini konyol, sangat konyol. Meskipun sebetulnya seperti strategi umpan balik meskipun ternyata menjadi bumerang dan akhirnya menggigit lidahku sendiri. Padahal, aku terinspirasi oleh seperti sinetron-sinetron indonesia yang dengan mudah bisa membalikkan cinta hanya bermodal kata "lebih baik aku bunuh diri". Sayangnya engkau lebih mafhum tentang perilaku bercinta ini. Sehingga tanpa sedikit melas engkau meyakini bahwa aku tidak mungkin melakukan itu.

Bunga...?

Kini aku hanya bisa memeluk fotomu, menciumi, dan bahkan membelai-belai rambutmu. Sampai matahari terbit barangkali 7 kali, dan setelah itu aku tidak tahu. Selain itu, kini aku mulai mempelajari dan memahami arti dari ungkapan yang pernah engkau slentingkan ditelingaku, bahwa; "jika jodoh tidak akan kemana". Meski sebenarnya aku tidak sejalan soal kata "jika" didepan ungkapan itu. Karna jika demikian maka aku akan rela dan ikhlas menerima mantan-mantan orang lain. Tapi aku tunduk bila tuhan yang berfirman.

Dan akhirnya, penyejukmu telah ku hirup dalam-dalam. Terimakasih, dan bagialah dengan pilihan itu.

Gm/12 Februari 2010

Happy Valentine Day, My Flower. (3)

Untuk bunga ku;

Sebentar lagi, kira-kira setengah lusin, kita sebagai mahluk yang mencinta akan bahagia atau tepatnya akan bertambah usia dalam kasih-menghasihi. Meskipun sebetulnya ini telah saling berikan setiap saat sebab memang kita mahluk penuh cinta. Tapi begitulah yang kita tahu tentang hari valentine dari santo valentinus di negara pizza. Laiknya santo, akupun ingin memberimu kartu ucapan sebentuk cupid dengan warna ungu seperti yang aku kagumi dari kerudung mu. Penuh dengan tulisan cinta platonik yang akan pasti membius mu. Karna aku tahu engkau orang yang mudah dibuai meski hanya dengan kata-kata. Tapi bunga, aku tak mampu menghafal wajah si cupid atau melafalkan cinta platonik. Jadi biarkan aku mencinta mu dengan bahasa ndeso, begitu bungaku.

Itu kira-kira yang -sebenarnya- ingin aku berikan kepada mu, yang selama hampir setiap hari aku himpun bait perbait hingga malam ini dan akan aku lepaskan kepada mu. Aku akan datang membawa setangkai bunga cinta dan sebidang coklat mewarniwarna bertuliskan "aku sayank kamu", dan aku berucap happy valentine, terimalah sayank.aku sudah membayangkan indahnya malam ini, malam valentine. Layaknya valentinus, aku berpenampilan sangat mengagumkan "romantis" untuk mu. Hanya untuk mu, cinta ku.

Tapi tak menyangka, sungguh aku tak menduga bahwa ternyata mendung kelam datang lebih awal. Lebih dekat mengikutiku dengan petir saling-silang sambar-menyambar. Dan akhirnya valentinus pun mati lebih dulu dari sebelum bunga dan cupid ini aku serahterimakan kepadamu. Sebelum bibirmu lebih dulu menancap di keningku. Sebelum kaum platonik mengungkapkan cintanya kepada kekasih jantung hatinya. Dan sebelum aku mencabut keris katresnanku untuk aku hujamkan kepada shintaku. Memang aku tak pernah menyangka.

Hingga akhirnya, bungaku, malam ini aku harus memeluk bunga cinta ku dan memakan coklat kasih ku, sendiri. Bukan seharusnya dirimu yang menikmati semua itu di malam valentine ini. Meski tetapi aku tetap tersenyum menatap rembulan gosong melayari malam. Sedang engkau kini aku tak tahu kebahagian itu, kemesraan itu, keindahan malam-malam mu.

Bunga?

Valentine mu bukan lagi milikku, atau aku akan katakan kepadamu bahwa untuk siapa sebenarnya valentine ku. Dan sampai hingga aku benar-benar merayakan keindahan hari raya rakyat roma katolik, aku tetap menunggu untuk sekedar menjelma Santo Valentinus. Suatu saat, entah. Happy Valentine Day, My Flower.

Gm/13 Februari 2010. 17:30.

Rohim Habibi, Pengajian Kalimat, Solo