"G U B U K K I T A"

Gubuk Untuk Sekedar Berbagi...

Rabu, Agustus 12, 2009

Aku dan Karakter Bangsa

Setiap manusia tidak lepas dari masa anak-anak, masa dimana semua keinginan bisa terpenuhi dengan mudah. Selain karena faktor orang lain –orang tua- juga karna faktor sosial yang memberikan ruang lebih terhadap anak. Artinya masyarakat memiliki porsi yang berbeda dalam memperlakukan anak. Hal itulah yang kemudian membuat anak bisa berimajinasi menjadi seseorang yang ia idamkan atau idolakan.

Seperti aku misalnya, dunia kecil ku adalah dunia idealisme. Dunia yang ada dalam benak manusia Indonesia, bahwa dunia kecil merupakan dunia untuk kehidupan yang layak dan seharusnya dimiliki oleh manusia. Dunia kecil ku akan aku mulai:

Dulu, aku ingin menjadi orang seperti ayah berani, kuat, gagah dan tegas. Aku berfikir bahwa tanggung jawab seorang ayah sangat besar –penjaga, pengayom, pemberi- terhadap keluarganya. Sehingga dengan kondisi fisik dan spiritual yang kuat, keluarga menjadi tentram dari segala godaan baik internal maupun eksternal. Tapi aku sadar, tidak mudah untuk merubah perilaku yang bermula dari kebiasaan. Butuh waktu lama untuk merubahnya terutama mengalihkan godaan terhadap manusia lain jenis. Kebiasaan mencari pasangan yang lebih potensial masih terpatri dalam jiwa kecilku. Seperti halnya Masyarakat Indonesia kebiasaan mencari simpanan atau sekedar untuk mengobati rasa ingin mampu menerobos sekat profesi dan ekonomi.

Dulu, Aku kecil termasuk pecandu layar mati –televisi- khusus segmen olahraga itupun masih dipersempit cabang permainan sepak bola. Hobi itu dimulai dari event besar bertakut World Cup 1994 dengan America Serikat sebagai tuan rumah. Aku sangat menikmati saat Brasil –negara dengan label juara terbanyak- memainkan partai. Satu orang yang selalu aku tunggu aksinya di lapangan. Romario de sauza dengan tarian ala samba, ia menari melewati pemain bertahan untuk menjadi top score dan memenangkan laga. Dan benar brazil keluar sebagai juara lewat drama adu pinalti melawan italia.
Terbersit dalam angan aku ingin jadi seperti Romario yang gagah dan berani melewati lawan, walaupun dengan postur yang mungil. Karena beliau aku jadi mengagumi olah raga, aku ingin bermain sepakbola karena sepakbola merupakan ruang dan kondisi yang bisa merubah karakter nakal ku.

Asumsi kecilku sepakbola syarat nilai sportifitas dan fairplay. Tapi aku sadar, sejalan dengan modernisasi, sepakbola tidak lagi mengedepankan estetika atau etika seperti saat brasil dengan romarionya main. Disini sepakbola telah mengalami akulturasi dengan berbagai cabang olah raga termasuk karate, kartu bahkan tidak lepas dari sisi materi –judi-.

Dulu, Masa kecilku selain penuh dengan uforia, juga tidak lepas dari dunia pendidikan. Aku sudah mengenyam pendidikan dari kecil, tidak tanggung ruang berlabelkan agama aku kunyam dari Ibtidaiyah hingga Wustho’. Seperti biasa, kali ini aku bermimpi tentang sosok ustadz yang santun -ilmiyah, amaliyah dan ilahiyah- dan terhormat dimata masyarakat. Tapi aku sadar, masyarakat modern mulai menafikan ’undur ma qala wala tandur man qala’. Dan aku yang terlahir dari keluarga muallaf tidak mungkin bisa membongkar pola pikir masyarakat yang demikian.

Dulu, Berbeda dengan masa anak, remaja aku mulai memikirkan manusia lain –orang tua dan teman sekitar- untuk mendapatkan rasa aman. Akupun berpaling dan tertarik melihat serdadu yang dengan gigih membela bangsa dari musuh. Serdadu atau militir mampu memberikan rasa aman dan nyaman kepada masyarakat secara luas. Tapi sekali lagi aku sadar, aku mulai menjadi manusia penakut. Aku takut kekerasan, dan aku sadar dunia militer tidak terlepas dari logika tersebut.

Dulu, Birokrasi mulai merasuk dalam hatiku lewat cerita orang-orang di sekelilingku, termasuk orang tua. Kenyamanan secara finansial akan merubah diriku dan keluarga menjadi terhormat. Ruang pengabdian dan penghormatan menjadi lebar melalui jalan birokrasi, bahkan dimata masyarakat sekalipun. Tapi aku sadar, logika kerajaan masih kuat di Indonesia, bahwa jika ingin menjadi penguasa maka harus dari penguasa dengan kata lain harus memiliki darah biru. Selain kuat seraca hirarki juga finansial menjadi jalan alternatif bebas hambatan.

Dulu, Bisnis menjadi tujuan selanjutnya, dan akupun terbangun dari mimpi dan memasuki dunia sadarku. Dunia bisnis bukan dunia mudah, melainkan segala hal yang ada di atas menjadi prasyarat utama menjadi seorang pengusaha di negeri Indonesia. Untuk menjadi bahagia –bisnis- secara materi, kita harus mampu berjudi, berani melakukan kekerasan, oportunis, terutama ber-uang.

Dunia kecil sangat menarik jika kita mau menilik kembali. Kehidupan dimana kita mampu membangun dan melukis dunia lain selain dunia real. Aku sadar dunia kecil merupakan dunia mimpi yang harus disadari sebelum benar-benar dirubah bahkan direalisasikan. Bagaimana?

Rohim Habibi, Pengajian Kalimat, Solo

Tidak ada komentar: