"G U B U K K I T A"

Gubuk Untuk Sekedar Berbagi...

Sabtu, Agustus 29, 2009

Wallahu A'lamu Bishowabi...

Pagi ini sebelum suara sumbang toa mushola menggema memberi kabar tentang waktu imsak, aku dan bayangan kantuk menemani menelusuri jalan kota, disebuah warung kecil aku berhenti sejenak mengisi perut sebagai salah satu pelengkap puasa hari ini, sahur. Seorang wanita baya dengan lelah yang nampak dari raut wajahnya berselimut kerudung lusut, walaupun demikian ia dengan ramah menguguhkan nasi dan teh hangat sesuai pesanan. Aku mulai mengawang jauh dalam pikiran, mungkinkah beliau berpuasa seperti puasa saya atau seperti puasa para saudagar muda? Berapakah bobot timbangan dari puasanya? Sama atau lebih berat nilai pahala di setiap pelaksanaan puasanya nanti? wallahu'alam...

Puasa, menurut polapikir manusia secara universal merupakan ibadah transendental atau sebagai laku komunikatif antara diri dan ilahi seperti halnya solat. Kita seringkali tidak memperhatikan kondisi sosial atau minimal memberi nilai pengabdian kepada sosial dalam laku poso. Dalam laku seperti itu tak pelak poso lebih mudah dilaksanakan, berbeda jika kita diposisikan layaknya ibu penjual makanan diwarung, sebagai petani yang kepanasan atau tukang becak, dsb. mereka melaksanakan poso sebagai laku ibadah sosial, artinya bukan hanya laku transendental melainkan juga horisontal dengan memberikan kemanfaatan kepada khalayak lain. Dalam pikiran ku selayaknya mereka mendapatkan keringanan dalam pelaksanaan atau mendapatkan pahala yang beda dalam setiap satu kalinya. wallahu'alamu.

Malam ini, dengan memperhatikan ibadah seorang ibu aku jadi teringat sosok ayah ku yang dalam pandanganku sering tidak melakukan puasa karena kondisi tekanan yang beda -petani-. aku sering mengatakan islam ayahku kurang lengkap karena seringnya ia tidak puasa, walaupun aku tidak tahu bagaimana super beratnya melawan terik matahari dan kehidupan sawah. Ternyata asumsi itu tidak hanya keluar dari aku, banyak orang-orang mengatakan atau bahkan memojokkan tukang becak, tukang bangunan, dll dengan ketidaktaatan kepada kewajiban. Seakan mereka menyamaratakan laku poso mereka -pekerja kantor- dengan pekerja jalanan -langsung terkena sengatan matahari- yang secara fisik mendapat tekanan berbeda.

Seperti halnya solat, setiap pelaksanaannya ada ruksoh bagi yang tidak mampu sesuai kondisi fisik dan mental pun demikian seharusnya puasa, bagi pekerja kasar ada sedikit keringanan, misalnya puasa setengah hari dengan nilai yang sama. Sehingga orang muslim dapat melaksanakan kewajiban yang satu ini dengan hati yang senang. tapi dalam otak kecil ngatakan bahwa klasifikasi shoimuun menurut al ghozali dengan awam, khos, dan khowasul khos ditentukan karena kondisi tekanannya. wallahu'alam

Rohim Habibi, Pengajian Kalimat, Solo

Tidak ada komentar: