"G U B U K K I T A"

Gubuk Untuk Sekedar Berbagi...

Sabtu, Agustus 29, 2009

Babak 4; Malam Si Budek!

Malam pertama dibulan puasa bagiku malam penuh keberkahan, bukan hanya dengan hadirnya malaikat-malaikat kecil melainkan kedatangan tamu-tamu agung. ya, mereka yang biasanya duduk, ngrumpi atau meneguk anggur di saat bulan lain, kini benar-benar merasakan keberkahan di bulan ini. ramadhan adalah bulan keberkahan, ucapku. keberkahan itu nampak di waktu sholat tarawih, begitu masjid tanpa sempit karena jama'ah semakin banyak. al hamdulillah.

Setelah tarawih, seperti biasa tausiyah dari orang ahli agama. Aku mendengar dan kagum menikmati tausiyah itu; "...la'allakum tattaquun.", agar kalian bertaqwa, meniru kalimat terakhir yang diucapkan khotib malam pertama tarawih. Begitu indah, motivatif bahwa provokatif; Dia seorang konselor sungguhan, mampu membius aku dan jama'ah tarawih...? kataku dalam hati. jama'ah memang begitu hanyut terpancar dari bagaimana mereka diam dan memberikan ekspresi kepahaman atas materi malam ini. Mereka seakan termotivasi menjadi bagian dari orang-orang yang bertaqwa yang tersirat dalam surat al Baqarah ayat 183, yang menjadi dasar diwajibkannya puasa ini. Malam ini benar-benar malam yang penuh motivasi, malam penuh obsesi, mencoba memaknai kekagumanku.

Dilain ayat...qhufira lahu maa taqaddama min dzanbihi...., Allah mengampuni dosa yang kalian..., kata muballigh dengan perawakan yang kecil dan lidah yang elastis. Ia mengatakan syarat mendapatkan pengampunan itu adalah; ...imaanan wahtisaaban...ia mengulang2 kata-kata ini dengan lantang dan jelas, dengan keimanan dan mengharap ridho allah ta'ala. Seakan ia ingin menunjukkan realitas yang kontradiktif, dengan jelas ia mengatakan saat ini puasa hanya dibibir saja belum benar-benar direalisasikan secara komperhensif atau minimal dengan mengharap ridho ilahi robbi. Ia mencoba memberi gambaran yang lebih jelas lewat permisalan-permisalan; "Sakniki kathah tiang shiyam nanging mboten langkung anging lisan kemawon, ateges ikhlase puoso takseh salah kaprah...! aku meniru ucapan muballigh yang sarat dengan pengalaman ini. "Jenenge ikhlas puniko sejatine enten njero ati, ibu-ibu bapak-bapak, ampun disanjangke kaleh tanggo-tanggone? niku namine ikhlase neng lambe...? dadi, yen pingin oleh "qhufira lahu maa taqaddama min dzanbihi" kudune yo ikhlas, nggeh...? mencoba meyakinkan umat. "Nggeh..." serentak jama'ah menjawab dengan lantang. Lah yen mpon ikhlas, bakale "la'allakum tattaqun, Yen wong taqwa iku bakale mlebu suwar...ga...? amin allahumma amin. Berarti kalau tidak bertakwa tidak masuk surga, walaupun ia islam...? hati memulai mengkritisi.

Diakhir pembicaraan, mubaligh mengajak kepada jama'ah untuk senantiasa bersyukur dan meningkatkan ibadah, lebih-lebih dibulan ini bulan penuh keberkahan, katanya. Karena di bulan ini semua amal ibadah dinilai dua kali bahkan lebih banyak, dengan nada penuh keinginan, seakan mubaligh paham betul kebiasaan jama'ah selain bulan ramadhan, atau kebiasaan menunaikan ibadah di awal bulan ramadhan. Monggo ingkang dereng sholat...? diajak sholat, ingkang biasane mboten puasa yo puasa...! soale bulan iki setahun cuma sekali, dadi eman-eman, nggeh napa mboten? Nggeh...! dengan serempak jama'ah menjawab. Mereka seakan benar-benar paham dan menginginkan serta membayangkan betapa indahnya hidup di surga yang penuh kenikmatan, karna pahala dari puasa. Mereka seakan rela mengganti kebiasaan ngobrol bersama tetangga tentang tetangga. Aku bangga melihat malam ini dan tentunya ceramah mubaligh yang penuh keindahan, dan provokatif. hehehe

Menungso, menus-menus ora kelingan dosa, ibarat yang sering aku ucapkan untuk menafsirkan manusia. manusia sering lupa dan tidak tahu bahwa apa yang dilakukan adalah dosa. Eh, si A biasane ngenong, maen saiki solat...! wah tobat...! tobat! tiga orang bergerombol mencoba menafsirkan ibadah seorang muslim. Eh tebak ? sesok puasa kaya awake dewe gak? Mereka mulai asik membicarakan ibadah si A yang dalam kehidupan nyata tidak seperti mereka ahli ibadah. Dengan rasa kesal si A membalasnya dalam hati; Ko ngono ikhlas...?! Ikhlas udel mu kuwi...! Oh dasar budek!!! Mlebu kuping tengen metu kuping kiwe...?! Dengan hati kesal ia pun pulang tak mau memusingkan perlakuan ahli ibadah itu. Tuhan ampuni mereka ahli ibadah,

Bulan puasa yang dikatakan sebagai bulan dimana semua syetan dibelenggu, ternyata masih dimaknai oleh sebagian muslimin dengan leterlek -dhohiriyah- sebagai makhluk yang menakutkan. Padahal menurut ku syetan diartikan sebagai perintah mengekang hawa nafsu, keinginan menggunjing, menyudutkan orang lain, sombong, pun dengan surga dibuka diartikan sebagai memperkokoh ibadah, menghormati, membangun sikap dermawan, dll. sehingga jika kita mampu melakukan itu, la'allakum tattaquun, sudah pasti menjadi hak kita. tidak membedakan ahli ibadah atau mantan preman. Bukan Begitu?

Rohim Habibi, Pengajian Kalimat, Solo

Tidak ada komentar: